Kamis, 18 Juni 2015

UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN PADA PERUSAHAAN RAMBUT DI KABUPATEN PURBALINGGA




 
Dunia usaha semakin berkembang mengikuti perkembangan zaman. Perkembangan ini mulai dirasakan setelah bergulirnya reformasi. Pada masa itu, keadaan situasi dan kondisi masyarakat menuntut adanya perbaikan-perbaikan di segala bidang, termasuk dalam bidang usaha. Krisis ekonomi yang menjadi latar belakang munculnya gerakan reformasi telah menyadarkan masyarakat untuk berusaha bangkit dari keterpurukan ekonomi, sehingga berani mencoba mendirikan berbagai bentuk usaha dengan modal yang serba terbatas.
Usaha-usaha swasta yang lahir di tengah masyarakat perlahan mulai tumbuh dan menjamur di negeri ini. Gerak usaha masyarakat pun semakin berkembang dengan konsep yang lebih beragam dengan kesadaran membentuk sebuah badan usaha. Perusahaan-perusahaan mikro, kecil dan menengah terlihat mewarnai dunia bisnis tanah air dan berlomba untuk mendapatkan perhatian dari masyarakat.
Kabupaten Purbalingga sebagai salah satu wilayah yang menjadi tujuan investasi perusahaan asing telah menjelma sebagai ‘kota industri’ meski dalam skala yang tidak sebesar kota-kota besar. Tercatat, ada 25 perusahaan yang berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) dan puluhan perusahaan PMDN yang cukup besar menghiasi kota Perwira tersebut. Sebagian besar perusahaan padat karya yang ada di Kabupaten Purbalingga adalah perusahaan industri pengolahan rambut, yang terdiri dari industri rambut palsu (wig) dan industri bulu mata palsu (eyelash). Selain perusahaan rambut, juga terdapat puluhan perusahaan kayu dengan kategori besar, sedang dan kecil.
Kehadiran perusahaan-perusahaan itu cukup membawa dampak yang positif bagi perekonomian masyarakat setempat. Banyak kaum hawa yang mampu menghasilkan uang dengan bekerja di perusahaan, sehingga dapat membantu perekonomian keluarga. Iklim industri yang kondusif di Purbalingga juga turut mendokrak Upah Minimum yang kini lebih tinggi di bandingkan kabupaten-kabupaten tetangga, sehingga diharapkan mampu memenuhi kebutuhan hidup layak warganya.
Banyaknya perusahaan ternyata juga melahirkan persoalan yang lain. Dari sisi lingkungan misalnya, limbah dan akibat proses produksi pabrik tidak sedikit yang turut mencemari lingkungan sekitar. Pada awal tahun ini, sebuah perusahaan rambut palsu di Kelurahan Mewek didemo warga gara-gara limbah yang ditampung meluber ke jalan desa dan memberikan bau busuk yang sangat menyengat. Selain itu, beberapa penduduk di lingkungan pabrik pengolahan kayu mengeluhkan serpihan-serpihan kayu yang berukuran lembut yang terbang bersama angin.

UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN
Perusahaan yang baik adalah yang memperhatikan lingkungannya. Artinya, perusahaan harus peka dan peduli akan dampak yang bisa ditimbulkan terhadap lingkungan sekitar dari adanya perusahaan tersebut, baik terkait dengan proses produksi maupun di luar proses produksi. Kepedulian perusahaan terhadap lingkungan ini mutlak diperlukan jika perusahaan tersebut ingin mempertahankan eksistensinya di masyarakat.
Menurut Elkington, sebagaimana dikutip oleh Yusuf Wibisono, memberikan pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan atau tetap eksis maka harus memperhatikan ‘3P’ yaitu:[1]
a.    Profit atau keuntungan merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Profit itu sendiri pada hakikatnya merupakan tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan perusahaan.
b.    People atau masyarakat adalah salah satu bagian penting untuk keberlanjutan dari sebuah perusahaan. Karena dukungan masyarakat sekitar sangan diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan.
c.    Planet atau lingkungan merupakan unsur ketiga yang perlu diperhatikan. Suatu perusahaan akan eksis apabila menerapkan tanggung jawab kepada lingkungan.
Perusahaan yang memperhatikan masyarakat dan lingkungannya akan mampu bertahan dan berkembang secara baik. Perhatian perusahaan yang semacam ini dikenal dengan istilah tanggung jawab sosial dan lingkungan (corporate social responsibility). Ini merupakan suatu bentuk tanggung jawab perusahaan yang dampak dari keputusan dan aktivitasnya berpengaruh terhadap masyarakat dan lingkungan. Tanggung jawab ini memiliki arti tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat.[2]
Upaya awal sebagai bentuk tanggung jawab bagi perusahaan-perusahaan di wilayah Kabupaten Purbalingga adalah dengan melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan (UKL – UPL). UKL – UPL ini merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh perusahaan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup. Laporan dokumen UKL – UPL dilakukan setiap 6 (enam) bulan dalam rangka meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul akibat usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan.
Sesuai dengan perijinannya, perusahaan industri rambut palsu bergerak dalam usaha rambut palsu dengan menggunakan bahan baku rambut sintesis (diimpor langsung dari Korea Selatan yang kebutuhannya mencapai 80% dari total bahan baku produksi) dan rambut asli (dari Indonesia yang kebutuhannya mencapai 20%). Kegiatan produksi ini, baik kegiatan utama maupun kegiatan pendukung, merupakan kegiatan industri yang menggunakan tenaga kerja sebagai alat produksi utama, sehingga produk yang dihasilkan merupakan jenis kerajinan tangan (hand made). Hasil produksi diekspor ke Amerika Serikat dan negara-negara Eropa sebagai pasar utamanya.
Upaya pengelolaan lingkungan hidup yang ditujukan untuk meminimalkan dampak negatif akibat adanya perusahaan-perusahaan industri rambut palsu telah dilaksanakan oleh pihak perusahaan. Upaya ini dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek yang menjadi sumber dampak, di antaranya aspek fisik kimia, aspek biologi, aspek sosial ekonomi dan budaya, serta aspek kesehatan masyarakat.
Berikut ini analisa mengenai upaya pengelolaan lingkungan hidup di perusahaan rambut palsu berdasarkan aspek fisik kimia :
1.    Sumber dampak berupa kegiatan pencelupan dan pencucian bahan baku rambut sintesis dan bahan baku rambut asli. Proses ini menimbulkan uap dengan bau yang menyengat, sehingga mengakibatkan penurunan kualitas udara khususnya di lokasi pencelupan dan pencucian. Bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan adalah dengan memasang mesin penyedot yang dibuang ke udara bebas melalui cerobong yang tinggi. Hal ini juga dapat menghindarkan bau yang tidak sedap turut mengganggu masyarakat lingkungan sekitar. Adapun bagi pekerja, perusahaan menyediakan alat pelindung diri yang wajib digunakan selama proses pencelupan dan pencucian, seperti masker, sarung tangan elastis, serta sepatu pengaman.
2.    Sumber dampak berupa partikel rambut dan partikel hasil proses produksi lainnya. Partikel-partikel ini akan mengkontaminasi kualitas udara, sehingga mengakibatkan penurunan kualitas udara baik di dalam pabrik maupun di lingkungan luar sekitar pabrik. Bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan adalah dengan mengadakan penghijauan di dalam dan di luar pabrik untuk menyerap partikel-partikel yang berbahaya.
3.    Sumber dampak berupa operasional mesin genset dan mobilisasi peralatan dan material. Kegiatan ini akan menimbulkan suara bising, sehingga mengurangi kenyamanan lingkungan pabrik maupun masyarakat sekitar pabrik. Bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan adalah dengan menempatkan mesin genset dan mesin-mesin lainnya yang menimbulkan bunyi bising di ruang khusus yang mampu meredam atau setidaknya mengurangi tingkat kebisingan yang keluar. Selain itu, aktivitas yang dapat menimbulkan kebisingan diatur hanya dilaksanakan pada jam kerja normal, yaitu pukul 07.00 – 16.00 WIB, dan apabila diperlukan dilakukan pada malam hari, maka diadakan pemberitahuan kepada masyarakat sekitar pabrik.
4.    Sumber dampak berupa limbah cair. Limbah ini dapat mengakibatkan penurunan kualitas air permukaan. Bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan adalah dengan pembuatan sistem drainase, pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), dan penghijauan tanaman resapan air. Seluruh perusahaan rambut di Kabupaten Purbalingga belum memiliki Ijin Pengolahan Limbah Cair (IPLC) dan baru satu perusahaan (PT. Royal Korindah) yang mengajukan IPLC. Dengan kata lain, IPAL yang ada di perusahaan sudah berjalan tetapi tanpa memiliki IPLC.
5.    Sumber dampak berupa timbunan sampah, terdiri dari sisa kegiatan produksi, sisa pengepakan, atau sampah-sampah lainnya di luar proses produksi dan pengepakan. Bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan adalah dengan membuat tempat penyimpanan sampah sementara yang terpilah antara sampah kering, basah dan botol/kaca, penyediaan petugas kebersihan yang beroperasi di dalam dan di luar pabrik dengan jumlah yang memadai, serta bekerja sama dengan Dinas Pekerjaan Umum dalam rangka mengatasi persoalan sampah.
6.    Sumber dampak berupa Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan adalah dengan pengajuan ijin tempat penyimpanan sementara limbah B3, namun sampai saat ini hampir semua perusahaan industri rambut palsu di Kabupaten Purbalingga belum memiliki ijin tempat penyimpanan sementara limbah B3.
Analisa mengenai upaya pengelolaan lingkungan hidup di perusahaan rambut palsu berdasarkan aspek fisik biologi, adalah adanya penurunan varietas flora dan fauna darat dan air akibat dari ceceran atau genangan limbah cair. Bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan adalah dengan pembenahan kembali saluran air dan limbah agar tidak bocor keluar dan mengadakan penghijauan dengan menanam berbagai jenis pepohonan di dalam maupun di luar perusahaan.
Analisa mengenai upaya pengelolaan lingkungan hidup di perusahaan rambut palsu berdasarkan aspek sosial ekonomi dan budaya meliputi peningkatan kesempatan kerja, gangguan kelancaran lalu lintas jalan, gangguan kenyamanan, dan kesenjangan sosial. Bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan adalah dengan memberikan kesempatan pada warga sekitar untuk menjadi karyawan perusahaan, sehingga dapat bersama-sama memelihara lingkungannya.
Adapun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, perusahaan membantu pengadaan rambu dan marka jalan di sekitar pabrik, serta membantu pengaturan lalu lintas pada jam sibuk. Sedangkan untuk mengantisipasi adangan gangguan kenyamanan, maka perusahaan melakukan pendekatan kepada masyarakat, pemerintah desa dan kecamatan untuk saling memberikan pengertian, serta menyalurkan corporate social responsibility kepada masyarakat sekitar dalam rangka untuk mengadakan pembangunan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
Analisa mengenai upaya pengelolaan lingkungan hidup di perusahaan rambut palsu berdasarkan aspek kesehatan pekerja dan masyarakat diindikasikan dengan penurunan kualitas kesehatan dan keselamatan kerja pekerja, serta kesehatan masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan. Upaya yang dilakukan adalah dengan mengadakan fasilitas kesehatan, seperti kebersihan, toilet/WC, penyuluhan kesehatan, pemeriksaan kesehatan karyawan dan masyarakat sekitar.
Pelaksanaan upaya pengelolaan lingkungan oleh perusahaan rambut juga diikuti oleh upaya pemantauan lingkungan hidup. Upaya pemantauan tersebut meliputi:
1        Pemantauan kualitas kebauan dan kualitas udara dengan sistem pengukuran langsung melalui uji laboratorium sesuai dengan Baku Mutu Kebauan berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999, Kepmen LH No. 50 Tahun 1996, dan Kepmenkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002.
2        Pemantauan kebisingan dengan pengukuran kebisingan secara berkala di laboratorium sesuai dengan Permenkes No. 718/Menkes/Per/XI/1987 dan Kepmen LH No. 48/MENLH/XI/1996.
3        Pemantauan kualitas air secara berkala di laboratorium sesuai dengan Permenkes No. 907 Tahun 2002, Permenkes No. 416 Tahun 1990, serta Perda Provinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012.
4        Pemantauan limbah cair dan limbah B3 sesuai dengan Permen LH No. 30 Tahun 2009.
5        Pemantauan timbunan sampah sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Tahap terakhir dari tanggung jawab perusahaan rambut dalam rangka pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup adalah tahap evaluasi.  Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk: (1) memudahkan identifikasi penataan pemrakarsa terhadap peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup, (2) mendorong pemrakarsa mengevaluasi kinerja pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup sebagai upaya perbaikan yang dilakukan terus-menerus, (3) memudahkan instansi yang melakukan pengendalian dampak lingkungan hidup dalam penyelesaian permasalahan lingkungan hidup.
Tahap evaluasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan rambut di Kabupaten Purbalingga terdiri dari tiga jenis, yaitu sebagai berikut:
1     Evaluasi Kecenderungan (Trend Evaluation)
Evaluasi kecenderungan adalah evaluasi untuk melihat kecenderungan perubahan kualitas lingkungan dalam kurun waktu dan rentang waktu tertentu. Data perubahan dari waktu ke waktu dapat menggambarkan secara lebih jelas mengenai kecenderungan proses suatu kegiatan maupun perubahan kualitas lingkungan yang ditimbulkannya, karena proses suatu kegiatan tidak selalu dalam kondisi normal atau optimal.
2     Evaluasi Tingkat Kritis (Critical Level Evaluation)
Evaluasi tingkat kritis adalah evaluasi terhadap potensi resiko di mana suatu kondisi akan melebihi baku mutu atau standar lainnya, baik untuk periode waktu saat ini maupun waktu yang akan datang. Evaluasi ini dimaksudkan untuk menilai tingkat kekritisan dari suatu dampak.
3     Evaluasi Penataan (Compliance Evaluation)
Evaluasi penataan adalah evaluasi terhadap tingkat kepatuhan dari pemrakarsa kegiatan untuk memenuhi berbagai ketentuan yang terdapat dalam ijin, atau pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam dokumen pengelolaan lingkungan hidup (UKL – UPL).
Secara umum, perusahaan-perusahaan rambut di Kabupaten Purbalingga telah melakukan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup secara bertahap dan berkesinambungan meliputi beberapa aspek/komponen yang terkena dampak. Upaya tersebut memang belum sempurna, tetapi setidaknya telah memiliki itikad baik untuk menjaga dan mengadakan perbaikan bagi lingkungan hidup, sehingga tidak menimbulkan dampak yang cukup besar, baik terhadap keberlangsungan perusahaan maupun kenyamanan masyarakat dan lingkungan sekitar. Dengan kesadaran para pengusaha diharapkan mampu bersama-sama masyarakat mewujudkan lingkungan hidup yang sehat, indah dan nyaman. 


PERANAN PEMERINTAH DALAM PERMASALAHAN LINGKUNGAN
 
Pemerintah Kabupaten Purbalingga melalui dinas/badan terkait (Badan Lingkungan Hidup, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kesehatan), telah mengadakan koordinasi dalam rangka pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh perusahaan-perusahaan rambut. Proses penelitian dan pengujian juga telah diupayakan. Contohnya, Dinas Kesehatan melalui UPTD Laboratorium Kesehatan Kabupaten yang mengadakan pemeriksaan air minum dan limbah cair, Dinsosnakertrans juga mengadakan pemeriksaan dan pengujian terhadap alat-alat produksi yang digunakan oleh perusahaan yang rentan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, dan Badan Lingkungan Hidup yang secara rutin memantau perkembangan lingkungan hidup di daerah yang terdapat perusahaannya.
Selain itu, pemerintah juga membantu proses penyelesaian permasalahan lingkungan hidup. Dinsosnakertrans misalnya, beberapa kali menjadi mediasi perselisihan antara perusahaan dan masyarakat sekitar perusahaan terkait dengan permasalahan lingkungan hidup. Begitu pula pembinaan dan penyuluhan yang diadakan juga senantiasa menjelaskan tentang kewajiban perusahaan dalam rangka bertanggung jawab terhadap sosial dan lingkungan, baik dalam bentuk teknis seperti pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), kebersihan pabrik dan lingkungan sekitar, dan jenis lainnya, maupun dalam bentuk penyadaran akan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR).
Menurut Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan.” Kemudian dalam pasal yang sama pada ayat (3) disebutkan, “Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimanan yang diatur pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Menurut Pasal 74 ayat (3) tersebut, apabila ada perusahaan yang tidak menerapkan CSR ini akan diberi sanksi di mana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait. Maksudnya adalah sanksi yang dikenakan bukan sanksi karena perusahaan tidak melakukan CSR menurut UU Perseroan Terbatas, melainkan sanksi karena perusahaan mengabaikan CSR sehingga perusahaan tersebut melanggar aturan-aturan terkait di bidang sosial dan lingkungan yang berlaku.[3] 
Menindaklanjuti amanah Undang-Undang Perseroan Terbatas, khususnya mengenai CSR, DPRD dan Pemerintah Kabupaten Purbalingga telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, yang dikeluarkan tanggal 22 Desember 2012. Dengan dikeluarkannya perda tersebut, setidaknya ada kewajiban bagi perusahaan-perusahaan rambut di wilayah Kabupaten Purbalingga agar menyisihkan sebagian anggarannya untuk CSR, yang dititikberatkan pada perbaikan lingkungan hidup. Hal ini diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran para pengusaha terhadap kepedulian lingkungan perusahaan dan lingkungan sekitarnya. Sayangnya, sejauh ini Perda CSR belum ada kejelasan pelaksanaannya.


[1] Yusuf Wibisono, 2007, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility), Fascho Publishing, Surabaya, hal. 96.
[2] Joni Emirson, 2007, Perspektif Hukum Bisnis Indonesia pada Era Globalisasi, Genta Press, Yogyakarta, hal. 139.
[3] Widjaya Gunawan dan Yeremia Andi Pratama, 2008, Risiko Hukum dan Bisnis Perusahaan Tanpa CSR, Penebar Swadaya, Jakarta, hal. 98.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar