Dunia usaha semakin berkembang mengikuti perkembangan zaman. Perkembangan ini mulai dirasakan setelah bergulirnya reformasi. Pada masa itu, keadaan situasi dan kondisi masyarakat menuntut adanya perbaikan-perbaikan di segala bidang, termasuk dalam bidang usaha. Krisis ekonomi yang menjadi latar belakang munculnya gerakan reformasi telah menyadarkan masyarakat untuk berusaha bangkit dari keterpurukan ekonomi, sehingga berani mencoba mendirikan berbagai bentuk usaha dengan modal yang serba terbatas.
Usaha-usaha swasta yang lahir di tengah masyarakat perlahan mulai tumbuh dan menjamur di negeri ini. Gerak usaha masyarakat pun semakin berkembang dengan konsep yang lebih beragam dengan kesadaran membentuk sebuah badan usaha. Perusahaan-perusahaan mikro, kecil dan menengah terlihat mewarnai dunia bisnis tanah air dan berlomba untuk mendapatkan perhatian dari masyarakat.
Kabupaten Purbalingga sebagai salah satu wilayah yang menjadi tujuan investasi perusahaan asing telah menjelma sebagai ‘kota industri’ meski dalam skala yang tidak sebesar kota-kota besar. Tercatat, ada 25 perusahaan yang berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) dan puluhan perusahaan PMDN yang cukup besar menghiasi kota Perwira tersebut. Sebagian besar perusahaan padat karya yang ada di Kabupaten Purbalingga adalah perusahaan industri pengolahan rambut, yang terdiri dari industri rambut palsu (wig) dan industri bulu mata palsu (eyelash). Selain perusahaan rambut, juga terdapat puluhan perusahaan kayu dengan kategori besar, sedang dan kecil.
Kehadiran perusahaan-perusahaan itu cukup membawa dampak yang positif bagi perekonomian masyarakat setempat. Banyak kaum hawa yang mampu menghasilkan uang dengan bekerja di perusahaan, sehingga dapat membantu perekonomian keluarga. Iklim industri yang kondusif di Purbalingga juga turut mendokrak Upah Minimum yang kini lebih tinggi di bandingkan kabupaten-kabupaten tetangga, sehingga diharapkan mampu memenuhi kebutuhan hidup layak warganya.
Banyaknya perusahaan ternyata juga melahirkan persoalan yang lain. Dari sisi lingkungan misalnya, limbah dan akibat proses produksi pabrik tidak sedikit yang turut mencemari lingkungan sekitar. Pada awal tahun ini, sebuah perusahaan rambut palsu di Kelurahan Mewek didemo warga gara-gara limbah yang ditampung meluber ke jalan desa dan memberikan bau busuk yang sangat menyengat. Selain itu, beberapa penduduk di lingkungan pabrik pengolahan kayu mengeluhkan serpihan-serpihan kayu yang berukuran lembut yang terbang bersama angin.
UPAYA
PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN
Perusahaan
yang baik adalah yang memperhatikan lingkungannya. Artinya, perusahaan harus
peka dan peduli akan dampak yang bisa ditimbulkan terhadap lingkungan sekitar
dari adanya perusahaan tersebut, baik terkait dengan proses produksi maupun di
luar proses produksi. Kepedulian perusahaan terhadap lingkungan ini mutlak
diperlukan jika perusahaan tersebut ingin mempertahankan eksistensinya di
masyarakat.
Menurut
Elkington, sebagaimana dikutip oleh Yusuf Wibisono, memberikan pandangan bahwa
perusahaan yang ingin berkelanjutan atau tetap eksis maka harus memperhatikan
‘3P’ yaitu:[1]
a.
Profit atau
keuntungan merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap
kegiatan usaha. Profit itu sendiri pada hakikatnya merupakan tambahan
pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan perusahaan.
b.
People atau
masyarakat adalah salah satu bagian penting untuk keberlanjutan dari sebuah
perusahaan. Karena dukungan masyarakat sekitar sangan diperlukan bagi
keberadaan, kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan.
c.
Planet atau
lingkungan merupakan unsur ketiga yang perlu diperhatikan. Suatu perusahaan
akan eksis apabila menerapkan tanggung jawab kepada lingkungan.
Perusahaan
yang memperhatikan masyarakat dan lingkungannya akan mampu bertahan dan
berkembang secara baik. Perhatian perusahaan yang semacam ini dikenal dengan
istilah tanggung jawab sosial dan lingkungan (corporate social
responsibility). Ini merupakan suatu bentuk tanggung jawab perusahaan yang
dampak dari keputusan dan aktivitasnya berpengaruh terhadap masyarakat dan
lingkungan. Tanggung jawab ini memiliki arti tanggung jawab moral perusahaan
terhadap masyarakat.[2]
Upaya
awal sebagai bentuk tanggung jawab bagi perusahaan-perusahaan di wilayah
Kabupaten Purbalingga adalah dengan melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan
dan upaya pemantauan lingkungan (UKL – UPL). UKL – UPL ini merupakan kewajiban
yang harus ditunaikan oleh perusahaan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.
Laporan dokumen UKL – UPL dilakukan setiap 6 (enam) bulan dalam rangka
meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul akibat usaha atau kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan.
Sesuai
dengan perijinannya, perusahaan industri rambut palsu bergerak dalam usaha
rambut palsu dengan menggunakan bahan baku rambut sintesis (diimpor langsung
dari Korea Selatan yang kebutuhannya mencapai 80% dari total bahan baku
produksi) dan rambut asli (dari Indonesia yang kebutuhannya mencapai 20%).
Kegiatan produksi ini, baik kegiatan utama maupun kegiatan pendukung, merupakan
kegiatan industri yang menggunakan tenaga kerja sebagai alat produksi utama,
sehingga produk yang dihasilkan merupakan jenis kerajinan tangan (hand made).
Hasil produksi diekspor ke Amerika Serikat dan negara-negara Eropa sebagai
pasar utamanya.
Upaya
pengelolaan lingkungan hidup yang ditujukan untuk meminimalkan dampak negatif
akibat adanya perusahaan-perusahaan industri rambut palsu telah dilaksanakan
oleh pihak perusahaan. Upaya ini dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek
yang menjadi sumber dampak, di antaranya aspek fisik kimia, aspek biologi,
aspek sosial ekonomi dan budaya, serta aspek kesehatan masyarakat.
Berikut
ini analisa mengenai upaya pengelolaan lingkungan hidup di perusahaan rambut
palsu berdasarkan aspek fisik kimia :
1.
Sumber dampak berupa kegiatan
pencelupan dan pencucian bahan baku rambut sintesis dan bahan baku rambut asli.
Proses ini menimbulkan uap dengan bau yang menyengat, sehingga mengakibatkan
penurunan kualitas udara khususnya di lokasi pencelupan dan pencucian. Bentuk
upaya pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan adalah dengan memasang mesin
penyedot yang dibuang ke udara bebas melalui cerobong yang tinggi. Hal ini juga
dapat menghindarkan bau yang tidak sedap turut mengganggu masyarakat lingkungan
sekitar. Adapun bagi pekerja, perusahaan menyediakan alat pelindung diri yang
wajib digunakan selama proses pencelupan dan pencucian, seperti masker, sarung
tangan elastis, serta sepatu pengaman.
2.
Sumber dampak berupa partikel rambut
dan partikel hasil proses produksi lainnya. Partikel-partikel ini akan
mengkontaminasi kualitas udara, sehingga mengakibatkan penurunan kualitas udara
baik di dalam pabrik maupun di lingkungan luar sekitar pabrik. Bentuk upaya
pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan adalah dengan mengadakan
penghijauan di dalam dan di luar pabrik untuk menyerap partikel-partikel yang
berbahaya.
3.
Sumber dampak berupa operasional mesin
genset dan mobilisasi peralatan dan material. Kegiatan ini akan menimbulkan
suara bising, sehingga mengurangi kenyamanan lingkungan pabrik maupun
masyarakat sekitar pabrik. Bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup yang
dilakukan adalah dengan menempatkan mesin genset dan mesin-mesin lainnya yang
menimbulkan bunyi bising di ruang khusus yang mampu meredam atau setidaknya
mengurangi tingkat kebisingan yang keluar. Selain itu, aktivitas yang dapat
menimbulkan kebisingan diatur hanya dilaksanakan pada jam kerja normal, yaitu
pukul 07.00 – 16.00 WIB, dan apabila diperlukan dilakukan pada malam hari, maka
diadakan pemberitahuan kepada masyarakat sekitar pabrik.
4.
Sumber dampak berupa limbah cair.
Limbah ini dapat mengakibatkan penurunan kualitas air permukaan. Bentuk upaya
pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan adalah dengan pembuatan sistem
drainase, pembuatan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), dan penghijauan
tanaman resapan air. Seluruh perusahaan rambut di Kabupaten Purbalingga belum
memiliki Ijin Pengolahan Limbah Cair (IPLC) dan baru satu perusahaan (PT. Royal
Korindah) yang mengajukan IPLC. Dengan kata lain, IPAL yang ada di perusahaan
sudah berjalan tetapi tanpa memiliki IPLC.
5.
Sumber dampak berupa timbunan sampah,
terdiri dari sisa kegiatan produksi, sisa pengepakan, atau sampah-sampah
lainnya di luar proses produksi dan pengepakan. Bentuk upaya pengelolaan
lingkungan hidup yang dilakukan adalah dengan membuat tempat penyimpanan sampah
sementara yang terpilah antara sampah kering, basah dan botol/kaca, penyediaan
petugas kebersihan yang beroperasi di dalam dan di luar pabrik dengan jumlah
yang memadai, serta bekerja sama dengan Dinas Pekerjaan Umum dalam rangka
mengatasi persoalan sampah.
6.
Sumber dampak berupa Bahan Beracun dan
Berbahaya (B3). Bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan adalah
dengan pengajuan ijin tempat penyimpanan sementara limbah B3, namun sampai saat
ini hampir semua perusahaan industri rambut palsu di Kabupaten Purbalingga
belum memiliki ijin tempat penyimpanan sementara limbah B3.
Analisa
mengenai upaya pengelolaan lingkungan hidup di perusahaan rambut palsu
berdasarkan aspek fisik biologi, adalah adanya penurunan varietas flora dan
fauna darat dan air akibat dari ceceran atau genangan limbah cair. Bentuk upaya
pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan adalah dengan pembenahan kembali
saluran air dan limbah agar tidak bocor keluar dan mengadakan penghijauan
dengan menanam berbagai jenis pepohonan di dalam maupun di luar perusahaan.
Analisa
mengenai upaya pengelolaan lingkungan hidup di perusahaan rambut palsu
berdasarkan aspek sosial ekonomi dan budaya meliputi peningkatan kesempatan
kerja, gangguan kelancaran lalu lintas jalan, gangguan kenyamanan, dan
kesenjangan sosial. Bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan
adalah dengan memberikan kesempatan pada warga sekitar untuk menjadi karyawan
perusahaan, sehingga dapat bersama-sama memelihara lingkungannya.
Adapun
untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, perusahaan membantu pengadaan rambu dan
marka jalan di sekitar pabrik, serta membantu pengaturan lalu lintas pada jam sibuk.
Sedangkan untuk mengantisipasi adangan gangguan kenyamanan, maka perusahaan
melakukan pendekatan kepada masyarakat, pemerintah desa dan kecamatan untuk
saling memberikan pengertian, serta menyalurkan corporate social
responsibility kepada masyarakat sekitar dalam rangka untuk mengadakan
pembangunan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
Analisa
mengenai upaya pengelolaan lingkungan hidup di perusahaan rambut palsu
berdasarkan aspek kesehatan pekerja dan masyarakat diindikasikan dengan
penurunan kualitas kesehatan dan keselamatan kerja pekerja, serta kesehatan
masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan. Upaya yang dilakukan adalah dengan
mengadakan fasilitas kesehatan, seperti kebersihan, toilet/WC, penyuluhan
kesehatan, pemeriksaan kesehatan karyawan dan masyarakat sekitar.
Pelaksanaan
upaya pengelolaan lingkungan oleh perusahaan rambut juga diikuti oleh upaya
pemantauan lingkungan hidup. Upaya pemantauan tersebut meliputi:
1
Pemantauan kualitas kebauan dan
kualitas udara dengan sistem pengukuran langsung melalui uji laboratorium sesuai
dengan Baku Mutu Kebauan berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999, Kepmen LH No. 50
Tahun 1996, dan Kepmenkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002.
2
Pemantauan kebisingan dengan pengukuran
kebisingan secara berkala di laboratorium sesuai dengan Permenkes No.
718/Menkes/Per/XI/1987 dan Kepmen LH No. 48/MENLH/XI/1996.
3
Pemantauan kualitas air secara berkala
di laboratorium sesuai dengan Permenkes No. 907 Tahun 2002, Permenkes No. 416
Tahun 1990, serta Perda Provinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012.
4
Pemantauan limbah cair dan limbah B3
sesuai dengan Permen LH No. 30 Tahun 2009.
5
Pemantauan timbunan sampah sesuai
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Tahap
terakhir dari tanggung jawab perusahaan rambut dalam rangka pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup adalah tahap evaluasi. Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk: (1)
memudahkan identifikasi penataan pemrakarsa terhadap peraturan
perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup, (2) mendorong
pemrakarsa mengevaluasi kinerja pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
sebagai upaya perbaikan yang dilakukan terus-menerus, (3) memudahkan instansi
yang melakukan pengendalian dampak lingkungan hidup dalam penyelesaian
permasalahan lingkungan hidup.
Tahap
evaluasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan rambut di Kabupaten
Purbalingga terdiri dari tiga jenis, yaitu sebagai berikut:
1
Evaluasi Kecenderungan (Trend
Evaluation)
Evaluasi
kecenderungan adalah evaluasi untuk melihat kecenderungan perubahan kualitas
lingkungan dalam kurun waktu dan rentang waktu tertentu. Data perubahan dari
waktu ke waktu dapat menggambarkan secara lebih jelas mengenai kecenderungan
proses suatu kegiatan maupun perubahan kualitas lingkungan yang ditimbulkannya,
karena proses suatu kegiatan tidak selalu dalam kondisi normal atau optimal.
2
Evaluasi Tingkat Kritis (Critical
Level Evaluation)
Evaluasi
tingkat kritis adalah evaluasi terhadap potensi resiko di mana suatu kondisi
akan melebihi baku mutu atau standar lainnya, baik untuk periode waktu saat ini
maupun waktu yang akan datang. Evaluasi ini dimaksudkan untuk menilai tingkat
kekritisan dari suatu dampak.
3
Evaluasi Penataan (Compliance
Evaluation)
Evaluasi
penataan adalah evaluasi terhadap tingkat kepatuhan dari pemrakarsa kegiatan
untuk memenuhi berbagai ketentuan yang terdapat dalam ijin, atau pelaksanaan
dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam dokumen pengelolaan lingkungan
hidup (UKL – UPL).
Secara
umum, perusahaan-perusahaan rambut di Kabupaten Purbalingga telah melakukan
upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup secara bertahap dan
berkesinambungan meliputi beberapa aspek/komponen yang terkena dampak. Upaya
tersebut memang belum sempurna, tetapi setidaknya telah memiliki itikad baik
untuk menjaga dan mengadakan perbaikan bagi lingkungan hidup, sehingga tidak
menimbulkan dampak yang cukup besar, baik terhadap keberlangsungan perusahaan
maupun kenyamanan masyarakat dan lingkungan sekitar. Dengan kesadaran para
pengusaha diharapkan mampu bersama-sama masyarakat mewujudkan lingkungan hidup
yang sehat, indah dan nyaman.
PERANAN PEMERINTAH DALAM PERMASALAHAN LINGKUNGAN
Pemerintah Kabupaten Purbalingga melalui dinas/badan terkait (Badan Lingkungan Hidup, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kesehatan), telah mengadakan koordinasi dalam rangka pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh perusahaan-perusahaan rambut. Proses penelitian dan pengujian juga telah diupayakan. Contohnya, Dinas Kesehatan melalui UPTD Laboratorium Kesehatan Kabupaten yang mengadakan pemeriksaan air minum dan limbah cair, Dinsosnakertrans juga mengadakan pemeriksaan dan pengujian terhadap alat-alat produksi yang digunakan oleh perusahaan yang rentan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, dan Badan Lingkungan Hidup yang secara rutin memantau perkembangan lingkungan hidup di daerah yang terdapat perusahaannya.
Selain itu, pemerintah juga membantu proses penyelesaian permasalahan lingkungan hidup. Dinsosnakertrans misalnya, beberapa kali menjadi mediasi perselisihan antara perusahaan dan masyarakat sekitar perusahaan terkait dengan permasalahan lingkungan hidup. Begitu pula pembinaan dan penyuluhan yang diadakan juga senantiasa menjelaskan tentang kewajiban perusahaan dalam rangka bertanggung jawab terhadap sosial dan lingkungan, baik dalam bentuk teknis seperti pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), kebersihan pabrik dan lingkungan sekitar, dan jenis lainnya, maupun dalam bentuk penyadaran akan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR).
Menurut Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan.” Kemudian dalam pasal yang sama pada ayat (3) disebutkan, “Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimanan yang diatur pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Menurut Pasal 74 ayat (3) tersebut, apabila ada perusahaan yang tidak menerapkan CSR ini akan diberi sanksi di mana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait. Maksudnya adalah sanksi yang dikenakan bukan sanksi karena perusahaan tidak melakukan CSR menurut UU Perseroan Terbatas, melainkan sanksi karena perusahaan mengabaikan CSR sehingga perusahaan tersebut melanggar aturan-aturan terkait di bidang sosial dan lingkungan yang berlaku.[3]
Menindaklanjuti amanah Undang-Undang Perseroan Terbatas, khususnya mengenai CSR, DPRD dan Pemerintah Kabupaten Purbalingga telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, yang dikeluarkan tanggal 22 Desember 2012. Dengan dikeluarkannya perda tersebut, setidaknya ada kewajiban bagi perusahaan-perusahaan rambut di wilayah Kabupaten Purbalingga agar menyisihkan sebagian anggarannya untuk CSR, yang dititikberatkan pada perbaikan lingkungan hidup. Hal ini diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran para pengusaha terhadap kepedulian lingkungan perusahaan dan lingkungan sekitarnya. Sayangnya, sejauh ini Perda CSR belum ada kejelasan pelaksanaannya.
PERANAN PEMERINTAH DALAM PERMASALAHAN LINGKUNGAN
Pemerintah Kabupaten Purbalingga melalui dinas/badan terkait (Badan Lingkungan Hidup, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kesehatan), telah mengadakan koordinasi dalam rangka pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh perusahaan-perusahaan rambut. Proses penelitian dan pengujian juga telah diupayakan. Contohnya, Dinas Kesehatan melalui UPTD Laboratorium Kesehatan Kabupaten yang mengadakan pemeriksaan air minum dan limbah cair, Dinsosnakertrans juga mengadakan pemeriksaan dan pengujian terhadap alat-alat produksi yang digunakan oleh perusahaan yang rentan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, dan Badan Lingkungan Hidup yang secara rutin memantau perkembangan lingkungan hidup di daerah yang terdapat perusahaannya.
Selain itu, pemerintah juga membantu proses penyelesaian permasalahan lingkungan hidup. Dinsosnakertrans misalnya, beberapa kali menjadi mediasi perselisihan antara perusahaan dan masyarakat sekitar perusahaan terkait dengan permasalahan lingkungan hidup. Begitu pula pembinaan dan penyuluhan yang diadakan juga senantiasa menjelaskan tentang kewajiban perusahaan dalam rangka bertanggung jawab terhadap sosial dan lingkungan, baik dalam bentuk teknis seperti pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), kebersihan pabrik dan lingkungan sekitar, dan jenis lainnya, maupun dalam bentuk penyadaran akan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR).
Menurut Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan.” Kemudian dalam pasal yang sama pada ayat (3) disebutkan, “Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimanan yang diatur pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Menurut Pasal 74 ayat (3) tersebut, apabila ada perusahaan yang tidak menerapkan CSR ini akan diberi sanksi di mana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait. Maksudnya adalah sanksi yang dikenakan bukan sanksi karena perusahaan tidak melakukan CSR menurut UU Perseroan Terbatas, melainkan sanksi karena perusahaan mengabaikan CSR sehingga perusahaan tersebut melanggar aturan-aturan terkait di bidang sosial dan lingkungan yang berlaku.[3]
Menindaklanjuti amanah Undang-Undang Perseroan Terbatas, khususnya mengenai CSR, DPRD dan Pemerintah Kabupaten Purbalingga telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, yang dikeluarkan tanggal 22 Desember 2012. Dengan dikeluarkannya perda tersebut, setidaknya ada kewajiban bagi perusahaan-perusahaan rambut di wilayah Kabupaten Purbalingga agar menyisihkan sebagian anggarannya untuk CSR, yang dititikberatkan pada perbaikan lingkungan hidup. Hal ini diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran para pengusaha terhadap kepedulian lingkungan perusahaan dan lingkungan sekitarnya. Sayangnya, sejauh ini Perda CSR belum ada kejelasan pelaksanaannya.
[1] Yusuf Wibisono, 2007, Membedah
Konsep dan Aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility), Fascho
Publishing, Surabaya, hal. 96.
[2] Joni Emirson, 2007, Perspektif
Hukum Bisnis Indonesia pada Era Globalisasi, Genta Press, Yogyakarta, hal.
139.
[3] Widjaya Gunawan dan Yeremia Andi
Pratama, 2008, Risiko Hukum dan Bisnis Perusahaan Tanpa CSR, Penebar
Swadaya, Jakarta, hal. 98.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar