Sabtu, 14 November 2015

PASAR TRADISIONAL DI TENGAH PERSAINGAN USAHA PASAR RETAIL MODERN





Indonesia merupakan salah satu negara yang dituntut siap untuk memasuki era persaingan global. Era ini memiliki konsekuensi tidak ada batasan bagi setiap individu untuk mengembangkan bisnisnya, baik dalam lingkup kecil, menengah maupun besar. Dengan perkembangan iklim persaingan global, mengakibatkan usaha-usaha kecil kalah bersaing dengan usaha besar di dunia bisnis, termasuk pula dalam sektor perdagangan.
Pasar tradisional sebagai tempat terjadinya kegiatan ekonomi, yang mempertemukan penjual dalam memasarkan barang dagangannya dan pembeli yang ingin memenuhi kebutuhannya sehari-hari, juga dituntut untuk siap menghadapi persaingan usaha yang cukup berat. Munculnya pertokoan retail modern yang saling bersaing, dinilai oleh beberapa kalangan telah menyudutkan keberadaan pasar tradisional.
Penilaian tersebut bukannya tanpa dasar yang kuat. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat studi AC. Nielsen, bahwa pasar modern di Indonesia tumbuh 31,4% per tahun, sedangkan pasar tradisional menyusut 8% per tahun. Rasio keinginan masyarakat untuk berbelanja di pasar tradisional juga cenderung menurun, dari 65% di tahun 1999 menjadi 53% di tahun 2004. Sedangkan retail modern awalnya hanya 35% pada tahun 1999 menjadi 47% di tahun 2004, sehingga omzet para pedagang pasar tradisional turun dan omzet retail modern melambung tinggi.[1]
Pesatnya pembangunan pasar modern dirasakan oleh banyak pihak berdampak terhadap keberadaan pasar tradisional. Di satu sisi, pasar modern dikelola secara profesional dengan berbagai fasilitas yang serba menarik. Di sisi lain, pasar tradisional masih berkutat dengan permasalahan internal seputar pengelolaan yang kurang profesional dan kekurangnyamanan ketika berbelanja. Jika pasar tradisional tidak bersiap diri menghadapi persaingan usaha dengan pasar retail modern, maka ribuan bahkan jutaan pedagang kecil akan kehilangan mata pencahariannya. Pasar tradisional mungkin akan tenggelam seiring dengan perkembangan persaingan usaha dunia retail saat ini yang didominasi oleh pasar modern.
Kehadiran pasar retail modern memang memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap keberlangsungan pasar tradisional. Meskipun demikian, argumen yang mengatakan bahwa kehadiran pasar retail modern merupakan penyebab utama tersingkirnya pasar tradisional tidak sepenuhnya benar. Hampir seluruh pasar tradisional di Indonesia masih bergelut dengan masalah internal pasar seperti buruknya manajemen pasar, sarana dan prasarana pasar yang sangat minim, pasar tradisional sebagai sapi perah untuk penerimaan retribusi, menjamurnya pedagang kaki lima (PKL) yang mengurangi pelanggan pedagang pasar, dan minimnya bantuan permodalan yang tersedia bagi pedagang tradisional. Keadaan ini secara tidak langsung menguntungkan pasar modern.[2]
Berbeda dengan pasar tradisional, pasar retail modern justru menampilkan beberapa strategi harga dan nonharga dalam menghadapi persaingan usaha guna menarik pembeli. Mereka melakukan strategi harga seperti strategi limit harga, strategi pemangsaan lewat pemangkasan harga (predatory pricing), adanya diskon bagi pemegang member card dan diskriminasi harga antar waktu (inter-temporal price discrimination) seperti diskon harga pada akhir pekan atau pada momen tertentu.
Strategi nonharga yang diterapkan oleh pasar retail tradisional diantaranya adalah strategi dalam bentuk iklan, hadiah, membuka gerai lebih lama, bundling (pembelian secara gabungan), dan parkir gratis. Selain itu, tempat yang nyaman, fasilitas yang lengkap dan penataan barang yang baik juga menjadi kelebihan tersendiri yang dimiliki oleh pasar retail modern.
Menjamurnya pasar retail modern memang seperti buah simalakama dalam perekonomian suatu daerah. Beberapa kalangan memandang positif bahwa makin meluasnya pendirian pasar modern di Indonesia, semakin baik bagi pertumbuhan ekonomi serta iklim persaingan usaha. Sementara itu, kalangan lain berpendapat negatif bahwa di era globalisasi pasar tradisional telah menjadi korban dari kompetisi sengit antara sesama pasar modern, baik lokal maupun asing. Pasar tradisional di beberapa tempat kehilangan pelanggan akibat praktik usaha yang dilakukan oleh minimarket, supermarket, hypermarket atau mall.
Persaingan antara pasar tradisional dengan pasar retail modern, serta persaingan antara pasar retail modern dengan pasar retail modern lainnya memang tidak bisa dihindari. Membanjirnya pasar retail modern di perkotaan dan pedesaan tidak bisa dibendung. Hal yang dapat diupayakan adalah bersiap menghadapinya dan antisipasi agar pasar tradisional tidak tergerus oleh pasar retail modern di tengah persaingan usaha yang bersifat global.

Pengaruh Persaingan Usaha Pasar Retail Modern Bagi Keberlangsungan Pasar Tradisional
Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli barang atau jasa. Menurut ilmu ekonomi, pasar berkaitan dengan kegiatannya bukan tempatnya. Ciri khas sebuah pasar adalah adanya kegiatan transaksi atau jual beli. Para konsumen datang ke pasar untuk berbelanja dengan membawa uang untuk membayar harganya.[3]
Pasar merupakan mata rantai yang menghubungkan produsen dan konsumen, ajang pertemuan antara penjual dan pembeli, antara dunia usaha dan masyarakat konsumen. Pasar memainkan peranan yang amat penting dalam perekonomian modern, karena harga-harga terbentuk di pasar. Menurut Subroto dan Daru Wahyuni, pasar merupakan tempat terjadinya interaksi antara permintaan dan penawaran, dimana transaksi jual beli terjadi setelah ada keseimbangan antara permintaan dan penawaran.[4]
Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual dan pembeli secara langsung dan ditandai dengan ada proses tawar-menawar. Dilihat dari segi bangunan, pasar tradisional biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun pengelola pasar. Pada umumnya pasar tradisional banyak menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian, barang elektronik, jasa dan lain-lain.
Sejatinya pasar tradisional merupakan salah satu motor penggerak dinamika perekonomian suatu daerah. Hal ini nampak jelas bila melihat kegiatan yang ada pada pasar tradisional, seperti kegiatan perdagangan yang tidak bisa terlepas dari kegiatan sehari-hari manusia. Pasar tradisional menawarkan berbagai jenis perniagaan dari sayur-sayuran yang langsung berasal dari petani hingga barang produksi pabrik. Semakin besar pasar tradisional, maka semakin menghidupkan tingkat perekonomian penduduk di sekitarnya.
Keberadaan pasar tradisional sudah menjadi bagian yang tidak terlepaskan dalam kehidupan masyarakat. Namun pada perkembangannya, semakin besar dan bervariatif latar belakang penduduk, maka semakin besar pula tuntutan kebutuhan akan pasar, baik secara kualitas maupun kuantitas. Sayangnya seringkali pasar tradisional seolah tidak mengerti akan adanya tuntutan masyarakat yang menghendaki kenyamanan dan keamanan dalam berbelanja. Hal ini diperparah dengan kondisi pasar tradisional yang tidak tertata dengan rapi, misalnya banyak terdapat pasar tumpah yang menjalar di sekeliling pasar, pengemis dan gelandangan yang menghiasi wajah pasar, sisa-sisa makanan dan barang dagangan hingga tumpukan sampah yang menghadirkan bau tidak sedap.
Keadaan pasar tradisional yang tidak sejalan dengan tuntutan masyarakat mampu ditangkap dengan baik oleh pasar retail modern, sehingga mereka mulai bermunculan menghadirkan alternatif tempat belanja yang bersih, rapi dan nyaman. Keberadaan pasar retail modern yang ‘berpenampilan menarik’ sebagai suatu hal yang baru perlahan mampu mempengaruhi pola perilaku pembelian konsumen, di mana konsumen dulunya hanya berbelanja di pasar tradisional kini berpindah ke pasar swalayan.
Pertumbuhan jumlah pasar retail modern yang semakin pesat membuat persaingan usaha di bidang perdagangan semakin ketat. Bagi pedagang yang tidak siap menghadapi persaingan usaha dengan menggunakan berbagai strategi pemasaran yang menarik dan manajemen yang baik, maka mereka akan tertindas atau kalah dalam persaingan usaha. Padahal dalam sistem ekonomi pasar, aktivitas produsen dan konsumen tidak direncanakan oleh sebuah lembaga sentral, melainkan secara individual oleh pelaku ekonomi. Persainganlah yang bertindak sebagai tangan-tangan tidak terlihat yang mengkoordinasikan rencana masing-masing. Sistem persaingan yang terbentuk dapat membuat produksi dan konsumsi, serta alokasi sumber daya alam, sumber daya manusia dan modal menjadi lebih efisien.[5]
Persaingan usaha perdagangan antara pasar tradisional dan pasar retail modern memaksa mereka untuk mengadakan perbaikan terhadap variabel yang mempengaruhi persepsi konsumen untuk berbelanja. Beberapa variabel yang harus dibenahi adalah faktor kenyamanan, keamanan, harga barang, ragam barang, kualitas barang, kemudahan pencapaian dan keramahan pelayanan. Jika pasar tradisional mampu mengikuti variabel-veriabel tersebut, sebagaimana telah mampu dilakukan oleh pasar retail modern, maka eksistensi pasar tradisional akan tetap bertahan. Sebaliknya, jika pasar tradisional tidak bersedia memenuhi variabel-variabel yang dikehendaki oleh konsumen, maka perlahan konsumen akan meninggalkan pasar tradisional dan beralih ke pasar modern.
Penyebab utama kalah bersaingnya pasar tradisional dengan pasar retail modern adalah lemahnya manajemen dan buruknya infrastruktur pasar tradisional, bukan semata-mata karena keberadaan pasar retail modern. Pasar retail modern sebenarnya hanya mengambil keuntungan dari kondisi buruk yang ada pada pasar tradisional. Persoalan infrastruktur yang hingga kini masih menjadi masalah serius bagi pasar tradisional adalah bangunan dua lantai yang kurang populer di kalangan pembeli, kebersihan dan tempat pembuangan sampah yang kurang terpelihara, kurangnya lahan parkir, dan buruknya sirkulasi udara. Belum lagi ditambah semakin menjamurnya pedagang kaki lima yang merugikan pedagang yang berjualan di dalam pasar di mana mereka harus membayar penuh sewa dan retribusi.
Alasan yang sering keluar dari konsumen ketika menjawab pertanyaan mengapa mereka memilih pasar retail modern, adalah karena praktis dan nyaman. Hal ini yang tentunya perlu menjadi perhatian pasar tradisional, di mana mereka seharusnya mengkondisikan pasar sebagai tempat yang nyaman, aman dan menyenangkan untuk berbelanja.
Ada beberapa strategi pasar retail modern yang semakin meraih hati konsumen, seperti fasilitas belanja yang nyaman dan menarik, diskon, hadiah dan beberapa promosi lainnya. Di antara strategi yang patut diperhatikan adalah adanya penerapan harga di bawah biaya marginal (predatory price) untuk jenis barang tertentu. Strategi menetapkan harga di bawah biaya marginal sebenarnya merupakan kegiatan yang dilarang karena akan menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.
Penetapan harga di bawah biaya marginal di satu sisi akan menguntungkan konsumen dalam jangka pendek, tetapi di sisi lain akan sangat merugikan pesaing. Strategi yang tidak sehat ini pada umumnya beralasan bahwa harga yang ditawarkan merupakan hasil kinerja peningkatan efisiensi perusahaan. Oleh karena itu, hal ini tidak akan terdeteksi sampai pesaing dapat mengukur dengan tepat berapa harga terendah yang sesungguhnya dapat ditawarkan pada konsumen. Pihak yang menerapkan strategi ini akan menyerap pasar (konsumen) yang lebih besar dikarenakan berpindahnya konsumen pada penawaran harga yang lebih rendah, sementara pesaingnya akan kehilangan konsumen. Pada jangka yang lebih panjang, pelaku predatory pricing akan dapat bertindak sebagai monopolis.[6]
Praktek yang pernah terjadi adalah pasar retail modern berusaha menurunkan harga untuk komoditi tertentu yang dicari konsumen di bawah biaya marginal yang juga jauh di bawah harga pasar tradisional, meskipun mereka menaikkan harga untuk komoditi lainnya di atas harga pasar tradisional sebagai konsekuensi dari subsidi silang.[7] Sayangnya, konsumen tidak jeli melihat hal ini sehingga merasa ada satu barang yang murah, maka yang lainnya juga dianggap murah.
Persaingan usaha yang ketat antara sesama pasar retail modern semakin menguntungkan konsumen karena mereka dimanjakan dengan berbagai fasilitas kenyamanan berbelanja dan harga barang belanjaan yang lebih murah. Persaingan ini tidak hanya terdapat di kota-kota besar yang menyajikan berbagai macam pasar retail modern mulai dari minimarket, supermarket, hypermarket, hingga mall, tetapi juga terdapat di kota-kota kecil dan pedesaan. Contoh yang paling nyata adalah persaingan ketat antara Alfamart dan Indomaret yang menyajikan berbagai promo dalam bentuk hadiah, potongan harga, parkir gratis dan berbagai terobosan lainnya untuk menarik hati konsumen. Jika sudah demikian, maka pasar tradisional akan semakin ditinggalkan karena konsumen lebih tertarik dengan ‘ide-ide kreatif’ yang ditawarkan oleh pasar retail modern demi untuk memanjakan konsumennya.

Strategi Pasar Tradisional Agar Tetap Eksis di Tengah Persaingan Usaha Pasar Retail Modern

Persaingan usaha antara pasar retail modern semakin ketat dan memanjakan konsumen, juga berimbas pada berpindahnya sebagian konsumen dari pasar tradisional ke pasar modern. Meskipun dengan kondisi yang tidak menguntungkan, tetap ditemukan adanya pasar tradisional yang mampu bertahan karena dikelola dengan baik dan memperhatikan seluruh aspek, seperti kebersihan, kenyamanan dan keamanan dalam berbelanja. Kelebihan pasar tradisional yang tidak dimiliki oleh pasar retail modern juga menjadi penyebab eksistensi pasar tradisional tetap terjaga. Kelebihan itu di antaranya adalah jual beli dengan tawar-menawar harga, serta suasana yang memungkinkan penjual dan pembeli menjalin kedekatan.
Contoh dari pasar tradisional yang mampu bertahan meskipun dikelilingi oleh sedikitnya lima pasar retail modern yang besar, ditemukan di kawasan perumahan Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang. Sejak dibuka pada Juli 2004, pasar tradisional tersebut hingga kini tetap ramai dikunjungi para pelanggan setianya. Pasar tradisional lainnya yang masih mampu eksis di tengah gempuran pasar retail modern tentunya masih dapat dijumpai di berbagai daerah di Indonesia.
Kasus konsumen berbelanja di pasar retail modern perlu mendapat perhatian lebih. Jika konsumen berbelanja kebutuhan pokok untuk sehari-hari, khususnya sembako, di pasar retail modern, maka bisa dikatakan bahwa perilaku konsumen telah berubah. Namun pada kenyataannya, konsumen yang berbelanja di pasar retail modern secara umum hanya berbelanja untuk kebutuhan pelengkap saja, seperti alat tulis, perlengkapan mandi, perlengkapan kecantikan, makanan dan minuman instan, dan lain sebagainya yang bukan merupakan kebutuhan pokok harian. Artinya, masih ada kepercayaan konsumen untuk menjadikan pasar tradisional sebagai pilihan utama dalam memenuhi kebutuhan pokok konsumen sehari-hari.
Pasar tradisional dapat bertahan dengan mengikuti tuntutan dari konsumen, yaitu meningkatkan manajemen, meningkatkan kebersihan, kenyamanan dan memberikan jaminan keamanan dalam berbelanja. Selain itu, kelebihan yang dimiliki pasar tradisional juga perlu dimaksimalkan, sehingga meskipun sebagai strategi yang klasik, tetapi tetap menarik. Saatnya pasar tradisional berani memainkan strategi klasiknya sebagai modal utama untuk bertahan dalam persaingan usaha perdagangan dengan pasar retail modern.
Beberapa strategi klasik pasar tradisional yang jika diterapkan dengan baik akan mampu mengikat konsumen, sehingga mampu bertahan dalam persaingan usaha dengan pasar modern, di antaranya adalah sebagai berikut :
1.    Adanya tawar-menawar harga
Tawar-menawar harga tentu tidak dijumpai dalam pasar retail modern yang memberikan bandrol harga pas bagi setiap item dagangannya, sehingga tidak memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menawar atau menurunkan harga. Adapun pasar tradisional memberikan kesempatan kepada pedagang dan konsumen untuk mengajukan penawaran harga yang dinilai paling baik. Harga bukanlah harga mati yang tidak bisa berkurang sedikitpun, tetapi merupakan hasil dari proses tawar-menawar yang kemudian melahirkan kesepakatan bersama. Kesepakatan harga bisa menjadi win-win solution bagi pihak pedagang maupun pihak konsumen, sehingga kedua pihak akan merasa puas dalam bertransaksi.
Proses tawar-menawar adalah juga sebuah modus awal menuju komunikasi yang lebih interpersonal, sebuah penjajagan, membuka jaringan, membangun saling kepercayaan, di samping untuk memperoleh kepastian harga. Di antara pihak-pihak yang bertransaksi, terdapat pengalaman bahwa suatu pertukaran yang dilakukan sangat besar kemungkinannya tidak dilakukan sekali, artinya terdapat keberlanjutan, sehingga ada harapan di masa-masa berikutnya dapat berlangsung dengan tingkat kepuasan yang pernah didapatnya. Ketika jual beli itu berlangsung berulang kali, maka proses pertukaran yang berlangsung lebih manusiawi, menjadikan pertukaran lebih bermakna karena adanya humanisme. Hubungan ekonomi yang merupakan hubungan langganan memiliki nilai-nilai dan norma-norma dalam bertindak.[8]
2.    Fleksibilitas sistem pembayaran
Sistem pembayaran pada pasar tradisional memungkinkan adanya pembayaran yang bersifat fleksibel. Apalagi jika pedagang dan konsumen sudah saling mengenal secara baik, maka pembayaran yang fleksibel sangat mungkin diupayakan. Sistem pembayaran secara utang atau diangsur misalnya, merupakan salah satu strategi yang dilakukan dalam upaya mempertahankan pelanggannya. Konsumen diberikan kesempatan untuk bayar mundur, yaitu para konsumen ketika berbelanja mengambil barang-barang terlebih dahulu kemudian pembayarannya pada saat akan mengambil barang dagangan lagi.
3.    Perlakuan khusus kepada pelanggan setia
Pedagang pasar tradisional tentu hafal dengan para konsumen yang menjadi langganan setianya. Biasanya para konsumen yang menjadi pelanggan setia berasal dari konsumen pedagang warung (bakul) yang berbelanja dalam jumlah banyak setiap harinya karena akan dijual kembali di warungnya. Oleh karena itu, pedagang pasar tradisional akan memberikan perlakuan khusus bagi pelanggan setianya seperti harga yang murah, dipermudah dalam bertransaksi seperti diperbolehkan berhutang lebih dahulu, memberi hadiah pada saat menjelang hari raya, dan sebagainya.
4.    Strategi diskriminasi harga
Strategi ini bukanlah strategi diskriminasi harga yang dilarang dalam persaingan usaha perdagangan. Diskriminasi harga yang dilarang adalah  diskriminasi yang mengakibatkan konsumen yang satu harus membayar harga yang tidak sama dengan harga yang harus dibayar pembeli lain untuk barang dan/atau jasa yang sama. Produsen menetapkan harga yang mungkin menghasilkan laba yang jauh lebih tinggi dari apa yang dihasilkan jika produsen hanya menetapkan satu harga untuk semua konsumen. Strategi penetapan harga yang berbeda ini dapat menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat di kalangan pelaku usaha.[9]
Diskriminasi harga yang dimaksud di sini adalah membedakan harga untuk konsumen rumah tangga (harga eceran) dan konsumen pedagang warung (harga grosiran). Tingkat harga merupakan faktor penting yang sangat mempengaruhi keputusan konsumen untuk berbelanja. Dengan adanya pembedaan ini, maka konsumen pedagang warung akan berbelanja di pasar tradisional, sedangkan konsumen rumah tangga juga tetap memilih pasar tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena tingkat harga di pasar tradisional lebih murah daripada di pasar retail modern.
5.    Adanya kedekatan antara pedagang dan konsumen
Pedagang di pasar tradisional pada umumnya telah memiliki pelanggan tetap yang setia. Antara pedagang dan pelanggan setia telah saling mengenal dan mempunyai rasa kepercayaan yang tinggi. Hal ini terlihat ketika proses transaksi, ada percakapan-percakapan dengan topik di luar transaksi, bahkan bercanda ria. Kebiasaan semacam itu merupakan hal unik yang tidak ditemui di pasar retail modern.
Peningkatan tarif hidup masyarakat membutuhkan ketersediaan berbagai macam barang yang lengkap dari kebutuhan primer, sekunder hingga tersier. Masyarakat juga membutuhkan fasilitas pendukung dalam berbelanja sehingga mereka merasakan kenyamanan, kebebasan, keamanan, harga murah dan kualitas yang baik. Dalam banyak kasus, kenyamanan berbelanja menjadi alasan utama konsumen untuk beralih dari pasar tradisional menuju pasar retail modern. Oleh karena itu, perlu ada strategi yang serius untuk menata pasar sehingga pasar tradisional semakin terasa nyaman bagi konsumen.



[1] Dikutip dari Majalah SMERU, edisi No. 22: Apr-Jun/2007.
[2] Ibid.
[3] M. Fuad, dkk., 2000, Pengantar Bisnis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 15.
[4] Subroto dan Daru Wahyuni, 2004, Pengetahuan Sosial Ekonomi, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 2.
[5] Pratama Rahardja, 2010, Teori Mikroekonomi, LP-FEUI, Jakarta, hal. 19.
[6] Ayudha D. Prayoga, dkk. (Ed.), 2000, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia, Proyek ELIPS, Jakarta, hal. 100.
[7] Salah satu contoh yang pernah dialami penulis adalah adanya harga minyak untuk semua merek di bawah harga marginal pada sebuah pasar retail modern yang membuka banyak cabang melalui bentuk waralaba, sementara harga pampers (popok bayi) berada jauh di atas harga pasar, baik pasar tradisional maupun pasar retail modern lain yang menjadi pesaingnya.
[8] Laksono S., 2009, Runtuhnya Modal Sosial, Pasar Tradisional, Citra, Malang, hal. 123.
[9] Rachmadi Usman, 2004, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Ikrar Mandiri Abadi, Jakarta, hal. 48 – 49.

1 komentar:

  1. Rebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi
    hingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun
    profit,bergabung sekarang juga dengan kami
    trading forex fbsasian.com
    -----------------
    Kelebihan Broker Forex FBS
    1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
    2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
    3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
    4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
    5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL
    Indonesia dan banyak lagi yang lainya
    Buka akun anda di fbsasian.com
    -----------------
    Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
    Tlp : 085364558922
    BBM : fbs2009

    BalasHapus